Saturday, November 17, 2012

[FanFict RF Online] History To Get Victory! – Chapter 12


[FanFict RF Online] History To Get Victory! – Red On White 1

Kali ini gw bangun dengan kejutan dari tablet gw. Panggilan dari tante Quaine Khan meminta untuk segera menghadapnya. Gw yang masih males-malesan bangun itu sebenernya males banget, tapi karena takut kenapa-kenapa ama masa depan gw nantinya, ya gw turutin apa kata Race Manager itu.

Gw langsung memakai armor gw dengan keadaan masih setengah sadar, dan langsung menuju ke kantor sang Race Manager itu. Di jalan, gw lihat orang-orang selalu melihat ke arah gw. “haha buset dah, gw belom mandi aja udah ganteng, diliatin banyak orang pula, gimana nanti gw udah mandi? Hahaha” gw berbangga hati, semakin percaya diri gw berjalan di tengah kerumunan.

Gw mengetuk pintu rumah tante Quaine, karena masih pagi banget, gw langsung ke rumahnya aja. Terdengar suara seseorang mempersilahkan gw masuk. Gw buka pintunya dan gw langsung menghadap si tante.

“DEMI DECEM!!! APA YANG KAU LAKUKAN DI SINI??!!!” teriak si tante.
“lah tadi katanya di suruh ke sini…” gw membela diri
“TAPI APA PANTAS KAU MEMAKAI PAKAIAN SEPERTI ITU” dia menunjuk ke arah celana gw

Gw melihat ke bawah, ke arah  celana gw, dan bener aja, gw disitu make baju armor dengan balutan celana tidur pendek gw.


“astaga… mampus gw” gw mulai ketakutan
“ARRRRGGHHH, KALO SAJA AKU TIDAK MEMANGGILMU KE SINI, PASTI SUDAH HILANG MASA DEPAN MU” teriak si tante lagi
“heh??!!! Jangan ampun tanteeee!!!!” gw menunduk sambil memohon kepadanya
“baiklah, kali ini kau ku ampuni, oke aku punya misi untuk kamu, dan partnermu yang selalu bersamamu, tapi kemana dia?”
Iya baru gw sadari, semenjak tadi di rumah ga ada Tere, kemana dia…?

“pagiii…. Maaf maaf telat tante… lho kamu ada di sini juga?” tere muncul dari balik pintu masuk dengan membawa banyak barang belanjaan
“iya, kamu ngapain di sini? Trus abis darimana?”
“aku abis dari belanja keperluan kita. Maaf ya aku ga bilang kamu dulu, abis tadi kamu tidurnya lagi enak banget si. Oiya, adi juga dipanggil ama tante Quaine, katanya di suruh ke sini…”
“oke oke… stop dulu pacarannya, kita di sini mau membahas misi kalian, bukannya mempertemukan jodoh” kata sit ante memotong pembicaraan kita
“jadi, kalian akan menerima misi untuk membunuh salah satu monster yang memenuhi Rawa Tua, yaitu Brutal”
“hahaha itu mudah tan..” kata gw menggampangkan
“tapi… bukan hanya Brutal biasa saja yang harus kalian bunuh, kalian juga harus membunuh Ace Brutal….”
“WHATTT??!!! Brutal yang gede itu???”
“iya… dan bawakan aku 5 pasang tangan Ace Brutal”
“heh?!!!” gw agak ragu
“kita bisa kok sayang, kita kan team yang hebat” Tere meyakinkan gw sambil berkedip
“hmmm oke deh” jawab gw pelan
“jadi gimana? Apa kalian sanggup?
“kami sanggup!!!” seru gw bersamaan dengan Tere
“baiklah, waktu kalian menyelesaikan misi ini adalah 2 hari, jika lewat dari itu, kalian harus mengulang misi ini dari awal”
“baik!!!” jawab kita serempak
“oke, kalian boleh pergi sekarang, DECEM selalu menyertai kalian..”
“ayo kita pulang, kita sarapan trus langsung jalanin misi…”
“sebentar….” Gw menghentikan langkah kaki Tere
“kenapa?”

Gw ga menjawab, hanya gw menunjuk ke arah celana gw dengan menggunakan kepala gw. Dan Tere mengerti apa yang gw maksud.

“hahahahahaha……” Tere ketawa keras
“kenapa kalian belum pergi juga?” tanya si tante yang yang heran

Tere menunjuk ke arah gw, dan tante Quaine mengerti apa yang Tere maksud.

“hmmmm, ternyata kamu, hadehhhhh, oke tunggu sebentar”
“nih, pakai ini saja. Saya tidak mempunyai yang lain lagi soalnya” tante Quaine membawa dan memberikan sebuah celana legging yang bermotif polkadot
“hah???!! Ini?? Nanti harga diri saya bisa turun dong tan…”
“ya terserah si kalo ga mau juga ga papa” tante Quaine mulai berbalik badan
“ehhhh, yaudah yaudah tante, saya pake itu celananya” gw menahan si tante dengan sedikit terpaksa
“hmmm yaudah nih pake”

Dengan terpaksa gw memakai celana itu. Walaupun agak ‘melambai’ tapi lebih baik daripada celana tidur gw yang super pendek itu.

“hihihi kamu lucu tau…” Tere meledek gw
“udah deh, ayo pulang… kami pulang dulu ya tante…” kata gw dengan sedikit kesel dan berpamitan

Di sepanjang jalan gw harus menahan malu, karena badan gw ber-armor lengkap, tetapi memakai celana polkadot ketat. Walaupun ada beberapa orang yang ngeledek gw, gw ga gubris mereka, karena di situ ada Tere.

Sampe di rumah gw langsung mandi, dan sarapan bersama Tere. Abis itu kita bersiap ke Rawa Tua buat jalanin misi. Setelah armor dan senjata lengkap kita siapkan, kita langsung bergegas menuju portal Markas Cora untuk menuju ke Istana Numerus.

Tiba di Istana Numerus, ternyata Istana ini sangat indah, arsitekturnya menyatukan antara modern dengan alam, terlihat dari dibelakang Istana ada tembok yang terbuka, dan sengaja memperlihatkan Air Terjun. Dan atapnya setengah tertutup dan setengah terbuka memperlihatkan langit Novus yang dipenuhi oleh bintang yang indah.

“yuk, langsung ke Rawa Tua…”
“oke, tapi aku ga tau jalannya, bentar aku liat map dulu” gw mengeluarkan tablet dari inventory gw

Gw mengecek map dan keberadaan kita sekarang, dan gw memperkirakan jalan ke Rawa Tua yang paling cepat. Ternyata jaraknya ga terlalu jauh dari keberadaan kita sekarang. Setelah kita set-party untuk berdua, langsung aja kita menuju ke Rawa Tua.

Sepanjang jalan ke Rawa Tua gw melihat monster-monsternya ternyata itu sama seperti di Istana Haram. Ada Anabola, Villain Cannibal, Vafer Sly, Vafer Mortar, Vafer Barbar, Clod, Armored Ghost, Naiad Heller, dan masih banyak monster yang mirip.

Kita telah berpijak di Rawa Tua sekarang, dan sedang mencari monster yang kita buru, Brutal. Rawa Tua, ternyata ga terlihat seperti Rawa-rawa sungguhan. Rawa di sini sudah kering, dan hanya bersisa beberapa kubangan air yang cukup panjang, tapi ngga dalam. Dari buku yang gw baca kemarin di perpus Cora, ternyata di Rawa Tua banyak terdapat monster aggressive. Jadi kita harus hati-hati dan selalu siap sedia, karena kalo ngga, monster itu akan menyerang kita tiba-tiba.

Hanya beberapa saat kita mencari, akhirnya bertemu juga dengan Brutal, monsternya lumayan besar, karena lebih tinggi dari gw, Sedikit. Monster ini ternyata seperti belalang. Tapi badannya 50x lebih besar dari belalang.

Oke, ga pake lama kita udah berhasil menyelesaikan misi ini, tapi kita masih mempunyai 1 misi lagi. Ace Brutal.

Dari kabar yang gw dapet, Ace Brutal ini sangat besar, tapi gw ga tau sebesar apa, paling cuma segede Meat Clod.

Kita terus mencari-cari makhluk tersebut, dan gw ternganga. Kita bertemu satu monster yang mirip brutal tadi, tapi kali ini 5x lebih besar, dan tinggi, dan sangat menyeramkan. “Ace Brutal….”

Tapi, gw ga mundur, gw tetap harus melawannya. Gw bersiap dengan Tameng dan Bone Knife gw, dan Tere dengan Staffnya bersiap untuk melawan monster itu berdua.

Gw maju duluan, gw ga cuma narik perhatian si monster kali ini, tapi gw berniat ingin membunuhnya sendiri. Gw berlari ke arah monster itu dan….

“SLASHERRR…….” Tebasan gw berhasil mematahkan 1 tangannya.
“ICE BLADE!!!” gw mendengar Tere meng-cast spellnya, dan terlihat pisau yang terbuat dari es menghampiri monster itu dan “KRAKKKK” berhasil memotong tangan yang satunya lagi.
“DEATH BLOW….” Gw menghantam tanah dengan senjata gw, dan meledakannya. Ledakan itu membuat monster tersebut terpental jauh dan mati.

Lumayan capek juga buat lawan 1 monster, tapi masih ada 9 Ace Brutal yang harus kita bunuh, dan 9 pasang tangan Ace Brutal yang harus kita bawa pulang.

Ga lama kita udah berhasil mengumpulkan 7 pasang tangan Ace Brutal. Masih butuh 3 lagi, tapi karena agak lelah Tere minta istirahat. Kita beristirhat di bawah batu yang cukup tinggi, dan kita duduk disana. Tere duduk dipangkuan gw, kita bercerita banyak di sana. Lagi asik bercerita berdua, terdengar suara tangisan anak laki-laki yang sedang meringis kesakitan. Kita mencari-cari sumber suara itu. Setela agak lama akhirnya ketemu sumber suaranya, ada di antara rongsokan pesawat dan batu besar, tetapi….

“Bellato….” Kata gw pelan dan ngga percaya ternyata di kawasan Cora ini ada bangsa lain
“FLAME ARR……”
“STOP TERE!!!!” gw menghentikan Tere yang berniat membunuhnya
“kenapa? Dia kan bangsa lain, jadi halal aja kalo kita bunuh” Tere membela diri
“ngga dalam keadaaannya yang begini”
“lalu kita biarkan dia gitu aja di sini?”
“bawa pulang dia, kita obati dan kita lepas kembali”
“tapi….” Tere agak kecewa dengan pernyataan gw yang barusan
“ayo kita selesaikan misi ini dan kita bawa dia pulang…”

Gw membaringkan tubuh Bellato yang hampir ga berdaya dengan darah di sekujur tubuh dan armornya yang sudah rusak parah dan robek di hampir semua bagiannya. Setelah itu kita lanjut misi lagi. Kali ini gw mau menyelesaikan misi dengan cepat, karena ada sesuatu yang mau gw omongin dengan Bellato tersebut.

Ga lama kita menyelesaikan misi ini, ternyata hari masih sore. Kita menghampiri tubuh bellato yang makin ga berdaya itu. Terlihat tubuhnya makin lemas…

“Tere, keluarkan innana-mu” gw menyuruh Tere untuk mengeluarkan salah satu Animus penyembuhnya
“tapi, innana ku….”
“sudah keluarkan saja!!!” gw memotong perkataan Tere dengan nada tinggi
“baiklah, INNANA!!!”

Keluarlah seekor Animus dari cahaya yang datang tiba-tiba. Tere langsung menyuruh Innananya itu untuk meng-heal si Bellato yang makin parah keadaannya. Oleh karena Innana Tere masih berlevel kecil. Jadi makan waktu juga buat menyembuhkan lukanya.

Innana Tere udah keliatan makin lemah keadaannya, karena harus mengheal terus-menerus. Tere langsung mengembalikan Innananya. Walaupun belum sembuh benar si Bellato ini tapi biarlah, gw ga mau bikin Tere sakit hati atas perlakuan gw tadi. Gw minta maaf dan mencium keningnya.

Waktu sudah malam, saatnya untuk kembali pulang ke rumah dan mengobati Bellato ini. Tere mengeluarkan Paimonnya untuk mengangkut hasil buruan kita berupa 10 pasang tangan Brutal, dan gw kebagian mengangkut tubuh si Bellato. Kita berniat untuk pulang melalui Istana Haram. Karena kalo kita lewat portal pasti ga aman banget sambil bawa-bawa Bellato begini. Kita menyusuri jalan dari Rawa Tua ke Hutan Suci dan menuju jalan kecil ditengah celah tebing ke Istana Haram. Sampai di wilayah Istana Haram, tepatnya di Pantai Crimson, kita harus jalan lagi lewat Rawa Hening, dan Hutan Bayangan. Di Hutan Bayangan ada sebuah jalan yang menuju Pos Cora, karena kalo kita lewat Istana Haram, di sana ga aman, banyak yang berjaga di gerbang masuk Istana Haram.

Sampai di Pos Cora, kami memilih jalan memutar untuk menuju belakang markas, dan itu harus melewati Goa Pemburu. Kami tidak lewat dalam Goa, tetapi hanya melewati depan Goa tersebut yang ada jalan menuju ke belakang Markas Cora.

Sampai di Markas, kita masih harus mengendap-ngendap untuk menuju ke dalam rumah gw. Karena sudah malem banget, jadinya penjagaan sepi, pake banget.

Akhirnya kita sampai di rumah gw. Gw langsung baringin di sofa tubuh Bellato yang makin ga berdaya itu. Tere langsung meng-summon Innana-nya lagi dan langsung member arahan untuk mengheal Bellato tersebut. Dengan sigapnya Innana Tere mengheal makhluk itu, dan Tere mempersiapkan alat-alat pengobatan untuk mengobatinya.

Agak lama mengheal, tiba-tiba Innana Tere mengeluarkan Api dari kakinya…

“YEEEEE… Innana-ku naik level” Tere berteriak kegirangan sambil memeluk gw
Gw hanya tersenyum mendengar hal tersebut dan kembali berkonsentrasi pada si Bellato yang ga sadarkan diri tapi masih dapat bernafas.

“Tere, balikin Innana kamu, kita perban aja sisa lukanya…” gw menginstruksikan Tere untuk mengembalikan Innanya dan mengambilkan perban untuk membalut tubuh si Bellato

“kamu istirahat gih, biar aku yang ngawasin dia…” gw menyuruh Tere istirahat sambil membalutkan perban pada tubuh Bellato itu
“tapi… aku mau te…”
“udah kamu istirahat aja… kamu kecapean nanti, aku ga mau kamu sakit karena kelelahan!!!” gw memotong pembicaraan Tere dengan nada agak tinggi

Tere langsung menuju kamar untuk beristirahat dengan agak terpaksa. Gw melanjutkan memperban luka si Bellato. Setelah gw perban bagian sisa lukanya, gw mengambil sebuah buku tebal untuk menemani gw malam ini hingga nanti pagi buat jagain Bellato ini.
Di sela gw menjaga Bellato yang masih belum bangun dari tidur panjangnya, gw teringat akan Tere yang tadi gw bentak. Gw berjalan ke kamar dengan perasaan yang ga karuan, antara bersalah dan menyesal.

“hmmmm masih tidur….” Gw menghampiri dia yang masih terlelap, dan ternyata bantal yang ia tiduri basah…

“maaf, aku udah bentak kamu… aku sayang kamu…” Gw kecup keningnya, dan gw belai rambutnya. Gw temenin Tere tidur agak lama, sampai akhirnya gw mendengar suara meringis kesakitan di depan…

@%%%*%%(^(*!&%%&%*^((^)^)^)^*&@$%&%^*@%!!!!!!”

2 comments: